Lingkungan rumah tempat tinggalku adalah kompleks perumahan yang jarak antar rumah dalam satu baris saling berdempetan. Itulah kenapa tembok rumahku dan tembok rumah tetanggaku jadi satu. Kadang aku bisa mendengar sayup-sayup pembicaraan tetanggaku saat keadaan sedang sepi.
Tetanggaku yang berada di sebelah kiri rumahku adalah seorang pekerja pabrik, sedangkan istrinya sebagai ibu rumah tangga biasa. Mereka punya dua orang anak perempuan, yang pertama umurnya sekitar 19 tahunan, tahun kemarin baru saja lulus SMA dan yang kedua masih kelas 5 sekolah dasar. Nah, anak yang pertama inilah yang sering jadi pembicaraan tetanggaku lainnya karena parasnya yang cantik.
Namanya Paramita Isnawati, atau biasa dipanggil Mita. Wajahnya memang cantik, kulitnya putih bersih dan tubuhnya langsing. Tinggi badannya pun cocok kalau dia jadi seorang pramugari. Dia dan keluargaku sangat akrab karena dulu waktu dia masih kecil sering bermain-main ke rumahku. Akupun selama ini biasa-biasa saja memandangnya, sampai aku menyadari kalau dia sekarang sudah benar-benar matang secara fisik sebagai seorang perempuan.
Suatu pagi aku sengaja membersihkan angin-angin di tembok ruang dapurku. Lobang angin-angin itu tembus ke rumah tetanggaku bagian dapur juga, tapi tepat di lorong depan pintu dapurnya. Sehingga lewat lobang angin-angin itu aku bisa melihat kondisi ruang dapur tetanggaku meski sebatas lebar pintu dapurnya. Sejenak aku membersihkan lobang angin-angin itu dari debu dan sarang laba-laba yang menutupinya. Tiba-tiba di depan pintu dapur tetanggaku kulihat Mita sedang berjalan masuk kedalam rumah.
Aku sempat terpana pada Mita yang saat itu hanya memakai selembar handuk yang menutupi tubuhnya. Melihat kondisi rambutnya yang basah aku rasa dia baru selesai mandi. Dalam balutan selembar handuk itu bisa kulihat kulit dada dan pahanya yang putih mulus. Sedangkan kedua buah dadanya yang bulat menonjol seakan-akan berontak ingin lepas dari belitan handuk yang menahannya.
Pikiranku sempat berhenti berpikir saat kulihat pemandangan tubuh Mita yang hanya terbelit handuk itu, namun segera kusingkirkan pikiran yang aneh-aneh karena kuanggap hal itu biasa saja. Aku terus melakukan pekerjaanku membersihkan lobang angin-angin ruang dapurku. Sempat kudengar Mita dan ibunya ngobrol di ruang dapur mereka, tapi tak kudengar dengan jelas apa yang mereka bicararakan.
Lobang angin-angin yang kubersihkan hanya kurang beberapa bagian lagi. Aku masih berdiri di atas tangga sambil membawa sapu kecil dan kain lap. Lagi-lagi tanpa sengaja aku disuguhi kejadian menarik lagi. Kali ini Mita lewat didepan pintu hanya memakai celana pendek saja. Tubuh bagian atasnya terbuka tanpa penutup apa-apa, sehingga aku bisa melihat buah dadanya yang ranum, putih bersih, dengan ujungnya yang merah muda. Mataku terbelalak melihanya. Kemudian kudengar Mita bertanya pada ibunya tentang Bra miliknya. Ibunya menjawab masih belum kering semuanya, lalu Mita kembali lewat depan pintu lagi dan masuk kedalam ruangan tengah.
Pemandangan pagi itu terekam jelas di otakku. Akhirnya setiap aku ketemu dengan Mita pasti aku membayangkan dirinya hanya memakai celana pendek saja. Parahnya lagi ketika aku
bersetubuh dengan istriku, nafsuku akan memuncak saat membayangkan tubuh Mita, bahkan setelah membayangkan tubuhnya aku akan menyetubuhi istriku habis-habisan. Duh, kalau begini terus bisa kacau pikiranku.
Sore itu aku dan istriku duduk di beranda depan sambil ngobrol tentang keluarga kami. Aku menikmati secangkir kopi sambil membaca chat yang dikirimkan padaku. Tiba-tiba istriku bicara sesuatu yang mambuatku seperti kejatuhan bulan.
"Pah, besok balik ke kota jam berapa?"
"ya seperti biasa mah, subuh berangkat" jawabku.
"Gini pa, bu Anik tetangga kita mau nitip Mita.."
"Ehh, nitip gimana maksud mama?" tanyaku kaget campur penasaran.
"Mita itu gak nerusin kuliah pah, jadi maunya kerja aja, nah.. dia dua hari lagi ada tes wawancara di sebuah Hotel, kebetulan tempatnya ga jauh dari rumah kita di kota"
Oh iya, di kota kami juga punya rumah sendiri. Dulu kami beli supaya lebih dekat dengan tempat kerjaku, namun setelah mertuaku sakit dan butuh perawatan akhirnya kami pulang ke kampung dan hanya aku saja yang tinggal di kota. Dalam kondisi sekarang ini seminggu sekali aku pulang ke kampung, karena perjalanan dari kampung ke tempat kerjaku butuh waktu sekitar 4 jam.
"Lah, apa nggak kos aja disana?" jawabku merespon perkataan istriku tadi.
"Diterima kerja aja belum Pah, masak udah disuruh cari kos disana.."
"Eh, iya yah.. hehe.. trus maunya gimana?"
"Makanya itu tadi pagi bu Anik bilang mau titip Mita buat numpang di rumah kita selama seminggu aja Pah…"
Otakku mulai berpikir keras, apakah aku mau dapat durian runtuh? Ataukah ini tantangan? Atau godaan pada imanku? Mau nolak juga susah, mau setuju juga susah. Ah, mending aku gak usah mikir yang aneh-aneh.
"yaudah kalo gitu Mah, kasih tau besok aku berangkat subuh"
"iya ntar aku bilang ke bu Anik "
Singkat cerita, Mita akhirnya ikut denganku pergi ke kota. Setelah menempuh jalan darat selama 3 jam lebih,
pornhub akhirnya kami sampai juga di rumahku. Posisi rumahku ini di ujung gang sebuah kompleks perumahan sederhana. Rumahnya tak terlalu besar tapi tanahnya cukup luas karena dulu ada sisa lahan yang dihibahkan oleh pihak developer. Pagarnya sudah rapat dan di sisi belakang rumah sudah kubangun tembok pembatas yang lumayan tinggi hingga orang di luar tak bisa menengok kedalam rumahku bagian belakang.
Mita duduk di kursi panjang setelah selesai menurunkan barang-barangnya. Meski agak canggung karena berada di tempat asing tapi kulihat wajah Mita masih nampak cantik. Tubuhnya yang tumbuh sempurna saat itu dibalut dengan kemeja lengan panjang warna biru dan celana jeans biru tua. Tak lupa dia memakai jilbab warna biru muda juga, sepertinya tema hari ini adalah warna biru, eh, jadi keinget ma lagu Birunya Cinta, Hahaha….
"Mita, kamu ga usah canggung gitu, anggap aja rumah sendiri" kataku memecah keheningan suasana.
"Eh, iya Om, iya makasih…" jawabnya sambil tersenyum dengan manis.
"Kamu nanti tidur di kamar depan yah, yang belakang itu kamarnya Om"
"Iya Om.. makasih udah ngerepotin"
"Gapapa kok, eh masukin barang-barangmu kedalam kamar gih.."
"Iya Om.."
"Trus nanti kamarnya kamu tata, terserah pokoknya yang membuatmu nyaman"
"Iya baik Om .."
Setelah itu Mita kemudian masuk kedalam kamar yang kumaksud sambil membawa barang-barangnya. Sebenarnya barangnya gak banyak, hanya sebuah koper dan sebuah kardus yang isinya lauk yang dibawakan ibunya untuk makan seminggu. Khas banget orang kampung yang pergi ke kota kalau begitu.
Beberapa lama kemudian Mita keluar dari dalam kamarnya. Dia sudah melepas jilbab yang dipakainya tadi. Rambutnya yang panjangnya sebahu tergerai dengan ditahan sebuah bando hitam di atas kepalanya.
"Mita, nanti sebentar lagi Om mau berangkat kerja, kamu istirahat aja kalau kamu belum ada rencana mau kemana-mana"
"Iya Om …"
"Trus kalau kamu mau makan, nanti tunggu Mak Ijah yang punya warung di depan gang ngirim makanan ke sini. Om sudah langganan sama dia buat makan kamu selama seminggu ini"
"Wahh.. makasih lho Om, kok jadi merepotkan terus saya.." balas Mita sambil tersenyum memamerkan giginya yang rata itu.
Setelah bersiap-siap,
aku kemudian menuju ke rumah pak RT yang jaraknya dua rumah dari rumahku. Kulaporkan kalau ada ponakanku yang menginap selama seminggu, supaya tidak ada kecurigaan padaku dari tetangga di lingkunganku. Setelah semuanya beres akupun segera menuju kantor tempatku bekerja.
Sore harinya aku pulang dari kantor tepat waktu. Untung saja lalu-lintas di perjalanan tidak begitu padat hingga akhirnya aku tiba di rumahku sekitar pukul 5 sore.